KEMANA ARAH KAUM PERGERAKAN PRO-DEMOKRASI PADA PEMILU 2009?

Oleh: Randy Syahrizal*

Sebuah perhelatan politik yang rutin dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali dalam waktu dekat akan dilaksanakan kembali. Pemilu kali ini (2009) adalah Pemilu ketiga setelah Indonesia memasuki babakan baru; REFORMASI. Perhelatan ini setidaknya menyita perhatian politisi dan partai-partai politik peserta pemilu sebagai actor utama, kaum intelektual (bisa berposisi sebagai pengamat, pemerhati dan juga konstituen), dan kaum pergerakan prodem yang isinya adalah mayoritas kaum intelektual yang bercita-cita membangun peradaban bangsa Indonesia yang baru, menjamin solidaritas dan mengagungkan nilai-nilai kemanusiaan (humanitas).
Berbagai motif pun menghiasi panggung elektorald tersebut. Sebagian besar politisi-politisi terkemuka lebih bermotifkan capaian-capaian yang pragmatis. Berusaha agar bisa menang (biasanya sudah memulai pertarungan di internal dengan berebut nomor jadi/nomor urut 1) kemudian menuai kekuasaan dan mengabdikannya untuk kepentingan pribadi maupun golongan (kroniisme).

Motif politik seperti diatas lebih didominasi oleh reruntuhan bangunan politik Orde Baru yang diwakilkan oleh Partai Golkar dan Partai Demokrat, yang paska reformasi tengah sibuk menata diri dengan (seolah-olah) berpihak kepada rakyat - dengan jargon “paradigma baru” dan (tetap menggunakan) metode “money politic”. Puncak kebangkitan golongan pewaris orde baru ini adalah kemenangan paket SBY (Demokrat) dan Jusuf Kalla (Golkar) sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Puing-puing berserakan akibat keruntuhan Orde Baru mulai dikonsolidasikan lagi demi kepentingan yang lebih pragmatis lagi. Para aktivis pro-demokrasi menyebut paket ini (serta keterwakilan orientasi politiknya) beserta kroninya sebagai “pengawal setia dan agen Imperialisme AS). Golongan ini lah yang memegang kekuasaan saat ini.

Motif politik berikutnya adalah motif persaingan diantara unsur-unsur pragmatis untuk menjadi orang/golongan nomor 1 (satu) dalam mengawal serta memberikan umur panjang bagi demokrasi procedural (liberalisme) yang tengah berlangsung di Indonesia saat ini. Grand issue yang diusung oleh golongan ini adalah nilai-nilai fundamentalisme. Acap kali berbicara syariat Islam dan selalu berada pada sikap politik yang mengambang. Biasanya karena menerka-nerka dan menakar reaksi masyarakat terhadap paket-paket kebijakan pemerintah. Terbukti ketika reaksi masyarakat sebelum dan sesudah dinaikkannya harga BBM oleh pemerintah, yang terwakili oleh aksi-aksi demonstrasi mahasiswa, organisasi masyarakat (ekstra parlemen) yang tidak tahan lama dalam menolak kenaikan harga BBM, golongan ini malah bersikap dingin saja (cari aman), pada awalnya menolak dan belakangan menerima kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat banyak tersebut. Gaya politik ini bisa disimpulkan dengan sebutan Politik Oportunis. Faktanya bisa kita lihat, bagaimana PKS di Sumatera Utara, pada awalnya begitu konsisten mengusut kasus korupsi Samsul Arifin, kemudian malah menjadi paket Cagub-Cawagub Sumut. Banyak yang berasumsi dengan kenyataan yang berbalik ini. Dan bagi saya, asumsi tersebut sah-sah saja, karena golongan ini ternyata lebih gemar dengan abstraksi dan posisi yang mengambang.

Kemudian ada golongan yang lebih bermotifkan sentiment anti penjajahan modal asing dan mengusung platform perjuangan. Sentiment ini memang bersumber dari gerakan arus bawah (grass root) yang sering dikumandangkan oleh organisasi-organisasi pro-demokrasi, yang kemudian sering dipakai secara abstrak oleh politisi-politisi orde baru didalam iklan-iklan, seperti iklan Wiranto yang berbicara mengenai angka kemiskinan dan Prabowo yang berbicara kemandirian ekonomi bangsa. Yang menarik dari golongan ini adalah menerima masuknya beberapa mantan aktivis pro-demokrasi, seperti Budiman Sujatmiko (PDIP), Pius Lustrilanang (GERINDRA) dll. Sedangkan PBR (Partai Bintang Reformasi) yang bukan keterwakilan dari politik kroni orde baru lebih memilih jalan lain, yakni membuka diri bagi aktivis pro-demokrasi yang sampai saat ini masih getol berjuang dijalanan, seperti Dita Indah Sari. Dengan kehadiran unsur-unsur aktivis prodemokrasi dalam kancah pertarungan Pemilu 2009, penulis berkeyakinan, bahwa pemilu kedepan lebih memiliki warna dan daya saing yang idieologis dan pertarungan komitmen kerakyatan yang nyata, yang akan mempertarungkan Komitmen kerakyatan yang SEJATI melawan komitmen kerakyatan yang PALSU.

Fragmentasi Politik dan Masukan Buat Gerakan Prodem

Perlu dijelaskan kembali, bahwa konsolidasi puing-puing reruntuhan orde baru ternyata gagal dan menimbulkan fragmentasi yang besar. Antara lain yang lahir dengan partai baru adalah Wiranto dengan Parta Hanura, Prabowo dengan Partai Gerindra, Sutiyoso dengan Partai RepublikaN dll. Fragmentasi tersebut bukanlah mencerminkan perbedaan idieologi yang meminta perhatian publik secara serius. Fragmentasi tersebut lahir atas dasar pragmatisme elit politik orde baru dalam pertarungan yang sangat menentukan untuk menjadi penguasa nomor 1 di Republik ini. Ketiadaan latar belakang yang konsisten memperjuangkan aspirasi rakyat adalah basis bagi rakyat dan aktivis prodem dalam menilai bahwa, baik siapa pun yang mempunyai latar belakang orde baru, sangat tidak bisa dipercaya, apalagi bagi aktivis prodem untuk memaafkan dosa-dosa masa lalu Rezim Orde Baru dan kroni-kroninya.

Fragmentasi tersebut sangat tidak memperlihatkan tanda-tanda kejayaan bagi kroni orde baru. Harus diingat, bahwa kejatuhan Soeharto, juga didukung fakta bahwa mulai terjadi fragmentasi ditingkatan kroni-kroninya. Memang ditengah krisis ekonomi yang dihadapi bangsa Indonesia, fragmentasi politik menjadi tak terhindarkan. Meningkatnya angka golput dalam setiap pertarungan pilkada menjadikan basis analisis bagi setiap politisi dan partai politik untuk mengkaji fenomena tersebut. Dalam situasi seperti ini, politisi dan partai-partai politik bisa saja berspekulasi, dan tindakan ini didasari oleh keinginan tersendiri menjadi alternatif bagi konstituen. Atas dasar itu lah, secara beramai-ramai para politisi kemudian membentuk partai-partai baru sebagai kendaraan politik menuju RI-1.

Sementara, fragmentasi yang harus disikapi secara serius bagi aktivis prodem dan rakyat adalah munculnya aktivis-aktivis prodem yang ikut meramaikan pemilu 2009. Fragmentasi ini, seperti yang sudah saya singgung diatas adalah pertarungan yang sengit, sesengit Partai Demokrat dan partai Republik di AS, dimana ketika Partai Demokrat AS yang menang, kebijakannya lebih cenderung populis, sedangkan kalau Partai Republik yang menang, maka kebijakannya akan mendukung liberalisasi ekonomi dan mendukung proyek-proyek perang.

Pertarungan sengit ini lah yang saya maksud dengan Pertarungan komitmen kerakyatan yang SEJATI dengan Pertarungan Komitmen Kerakyatan yang PALSU. Mungkin akan muncul pertanyaan, ada apa dengan yang SEJATI dan yang PALSU..? sederhanya saja jawabannya. Bagaimana bisa mempercayai seorang yang ahli tinju tiba-tiba berbicara bahwa si petinju tersebut bisa mengobati penyakit jantung..? bagaimana mungkin seorang politisi yang berlatar belakang pendukung kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat banyak, tiba-tiba berbicara menyelamatkan nasib rakyat banyak. Akan tetapi lain hal dengan para aktivis yang mencoba bertarung dalam pemilu 2009. Mereka (para aktivis) tersebut sudah pernah teruji dan konsisten dalam memperjuangkan aspirasi rakyat, akan tetapi tidak mempunyai saluran resmi dijalur pemerintahan, sehingga suaranya hanya menjadi protes jalanan saja.

Inilah faktanya. Medan yang paling menentukan untuk nasib bangsa Indonesia kedepan diuji pada pertarungan 2009. Fragmentasi yang menajam itu menurut saya layak untuk terus dimajukan. Dengan memilih politisi muda dan berlatar belakang aktivis pro-demokrasi tentunya, untuk mencoba kembali menjadi Indonesia yang berhari depan cerah, bersolidaritas dan berkemanusiaan.

******

• Aktivis Serikat Tani Nasional (STN) Sumatera Utara
Share this article :
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. RANDY SYAHRIZAL - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger