MENYOAL PERDA JAMKESDA di KOTA SIANTAR

Oleh: Randy Syahrizal *

Kesehatan adalah hak fundamental bagi setiap warga Negara. Kesehatan adalah Hak Setiap Warga Negara, terutama Rakyat Miskin sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 34, yakni “Fakir Miskin dan Anak Terlantar dipelihara oleh Negara”. Dalam makna yang lebih luas dan prinsipil, seharusnya Negara/Pemerintah bertanggungjawab pada seluruh kebutuhan dasar Rakyat. Pemerintah melalui Departemen Kesehatan belakangan ini sudah menggariskan kebijakan mengenai pelayanan kesehatan gratis bagi keluarga miskin.

Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari telah memutuskan bahwa progam Askeskin dilanjutkan pada tahun 2008 dalam program Jamkesmas. Untuk itu pemerintah menyiapkan dana sebesar Rp 4,6 triliun untuk 76,4 juta masyarakat miskin dan hampir miskin. Menkes juga telah menegaskan bahwa dalam Jamkesmas tidak berbeda dengan program sebelumnya. Namun untuk memastikan pelayanan kesehatan ini dapat dirasakan langsung oleh rakyat miskin maka Menteri Kesehatan melakukan beberapa perbaikan antara lain penyaluran dana langsung dari kas negara ke rekening bank Rumah Sakit. Dalam Jamkesmas verifikasi klaim dilakukan oleh verifikator independen. Sedangkan pada program Askeskin, baik penyaluran dana maupun verifikator dilakukan oleh PT. Askes.

Jamkesmas dan Usulan Perda Jamkesda Kota Siantar

Dasar hukum program Jamkesmas adalah UUD 1945, UU No. 23 tahun 1992, UU No. 01 tahun 2003, dan UU No. 45 tahun 2007. Dahulu, program layanan kesehatan bagi masyarakat miskin bernama Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin atau Askeskin. Kendala utama terletak pada belum tuntasnya pendataan masyarakat miskin periode tahun 2005-2007. Jadi bisa dipastikan bahwa problem utama pemerintah dalam hal ini adalah lemahnya sistem pendataan yang akurat dengan metode survey lapangan. Masalah kedua yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana nasib Rumah Tangga Miskin yang luput dari pendataan pemerintah..? dan masalah ketiga adalah tidak seriusnya pemerintah dalam memperhatikan nasib masyarakat miskin. Persoalan ini kemudian menjadi dasar pijakan penerbitan Perda Jaminan Kesehatan Daerah. Semangat ini muncul sesuai kebijakan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) tahun 2008 yang dikeluarkan oleh Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, tertanggal 10 Maret 2008, yang menyebutkan bahwa Rumah Tangga Miskin (RTM) yang tidak memiliki kartu Jamkesmas (baca: luput dari pendataan) tetap akan dilayani hak kesehatannya dengan klaim anggaran dari APBD Propinsi dan Kabupaten/Kota dimana pasien miskin tersebut berdomisili.
Di kota Siantar, pendistribusian kartu Jamkesmas memang sudah terlaksana, meskipun belum sepenuhnya maksimal. Ini diakibatkan oleh tidak akuratnya data BPS kota Siantar. Hal ini juga diakui oleh pihak Dinkes kota Siantar dan PT. Askes kota Siantar kepada Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Cab. Kota Siantar beberapa waktu lalu.

Menganai pendataan Rumah Tangga Miskin, BPS kota Siantar mengklaim bahwa jumlah masyarakat miskin pada tahun 2005 sebanyak 11.908 orang (mengacu pada pendistribusian dana BLT). Menurut data BPS Jumlah Penduduk Miskin kota Pematangsiantar yakni tahun 2006 : 28.414 jiwa, tahun 2007 : 23.259 jiwa, dan tahun 2008 : 21.130 jiwa. Ada pengurangan jumlah warga miskin disitu. Tentu saja ini harus dipertanyakan secara kritis, melihat Kriteria kemiskinan yang sangat tidak manusiawi – dikeluarkan Pemerintah. Ada keraguan bahwa pendataan bersifat spekulatif, meskipun ini masih bersifat ”dugaan”, namun logikanya sangat tidak masuk akal jika angka kemiskinan berkurang ditengah masyarakat yang harus menerima kebijakan kenaikan harga BBM diikuti kenaikan harga barang-baranng pokok. karenanya, sangat mutlak diperlukan pendataan ulang Rumah Tangga Miskin di Kota Pematangsiantar.

Dewan Pimpinan Kota Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Kota Siantar pernah mengadvokasi pasien miskin, bernama Herawati Br Sidabutar, warga Kampung Tambunan, Siantar yang harus dioperasi pada saat melahirkan anak ke-6 nya. Sebelumnya, pasien tersebut memiliki kartu Askeskin. Namun pada tahun 2008 tidak mendapatkan kartu Jamkesmas. Pertanyaannya adalah, apakah si pasien tersebut telah mengalami peningkatan taraf hidup sampai tidak lagi terdata dalam pendataan rumah tangga miskin..? atau seperti keluarga Tyson Op. Sunggu, warga simpang 2, Siantar, Ayahnya sudah meninggal setahun yang lalu, namun kartu Jamkesmasnya masih saja dikeluarkan, dan kasus-kasus serupa lainnya. Ini membuktikan bahwa tidak adanya pendataan yang akurat dalam mensukseskan pogram Jamkesmas.

Akan menjadi sangat memilukan ketika banyak rumah tangga miskin terpaksa tidak mendapatkan hak kesehatannya akibat luput dari pendataan dan tidak memiliki Kartu jamkesmas. Kepada siapa mereka akan mengadu dan meminta pertolongan..? maka sudah menjadi sangat mendesak sifatnya bagi DPRD kota Siantar dan Pemko Siantar untuk segera menerbitkan Perda Jamkesda untuk menanggung pasien miskin yang luput dari pendataan. Pemko Siantar dan DPRD Siantar patut mengikuti jejak Kota Balik Papan yang sejak tahun 2001 sudah menerbitkan perda jaminan kesehatan. Kota Medan juga pada tahun 2008 menerbitkan program sejenis dengan nama Program Medan Sehat, dan Kabupaten Sinjai yang resmi menerbitkan perda Jamkesda pada tahun 2008.

Perjuangan Menuntut Perda Jamkesda

Hari Jum’at 16 Januari 2009 adalah aksi kedua kalinya yang dilakukan oleh Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Cab. Siantar dalam menuntut diterbitkannya perda Jamkesda kota Siantar. Sebelumnya aksi dilakukan pada tahun 2008, tepatnya tanggal 22 September 2008. Hasil yang didapat pun sangat mengecewakan. Pada aksi kedua, tidak satu pun anggota DPRD kota Siantar dapat dijumpai dan menemui massa SRMI. Aneh memang, Seharusnya anggota DPRD sudah selayaknya berada di kantor dan mendengarkan serta memperjuangkan aspirasi rakyat. DPRD yang memiliki fungsi legislasi dan fungsi budgeting seharusnya bersedia menemui dan menampung aspirasi massa. Apalagi DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat, yang dipilih setiap lima tahun sekali.

Namun ada sedikit harapan, ketika Pemko Siantar yang diwakili oleh Asisten I Lintong Siagian menerima delegasi SRMI sebanyak 2 orang, yang diwakili oleh Randy Syahrizal dan Reinhard Sinaga untuk mendiskusikan tuntutan Perda Jamkesda. Pemko mengakui kesilapan pada saat pendataan. Meskipun bukan tugas SRMI, Pemko Siantar mencoba terbuka dan akomodatif pada persoalan tersebut, dan meminta masukan berupa draft Perda Jamkesda kepada SRMI Kota Siantar.

Apakah itu pertanda titik cerah dari masa depan usulan perda Jamkesda atau hanya lipservice dari pihak pemerintah, akan terjawab dikemudian hari. Semoga perjuangan penerbitan Perda Jamkesda tak berhenti sampai disitu. Dukungan dari masyarakat luas akan membantu perjuangan penerbitan Jamkesda. Semoga saja wakil rakyat di DPRD Siantar tergerak hati nya untuk mengusulkan perda Jamkesda. Semoga.


* aktif di Sukarelawan Perjuangan Rakyat untuk Pembebasan Tanah Air (SPARTAN) Siantar – Simalungun.
Share this article :
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. RANDY SYAHRIZAL - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger