Prachanda diluar Kekuasaan ?

Oleh: AJ SUSMANA

BERDIKARI ONLINE, Jakarta: Prachanda mengundurkan diri hari Senin, setelah pemecatannya atas Jenderal Katawal dihalangi. Prachanda menyalahkan ”kekuatan luar” atas jatuhnya pemerintahannya, merujuk pada India. Sebelum mengundurkan diri, Prachanda mulai mendekat ke China. Begitulah gambaran singkat mutakhir untuk kondisi Nepal seperti yang dilaporkan Kompas, 8 Mei 2009.


Kondisi pertarungan politik di Nepal ini menunjukkan betapa tarik ulur arah pembangunan Nepal pasca kejatuhan sistem kerajaan, belum menemukan langkah pasti dan kuat termasuk langkah-langkah Maois di bawah Prachanda yang memenangkan pemilu parlemen tahun lalu. Sebagai catatan, Nepal merupakan satu-satunya kerajaan Hindu di dunia yang tersisa sebelumnya. Namun, bersamaan dengan kemenangan Maois dalam pemilu 2008 pasca Maois meletakkan senjata setelah melakukan perjuangan bersenjata selama satu dasawarsa pada 2006, pada 28 Mei 2008, Nepal mengganti sistem pemerintahannya dari kerajaan yang sudah bertahan selama 250 tahun itu menjadi republik.


Kondisi ini juga menunjukkan betapa penting posisi Nepal di tengah persaingan dua bangsa raksasa Asia ini: China dan India dalam usaha menjadi pemimpin (baca juga: penjaga perdamaian) kawasan Asia. Memang, India dan China sendiri sampai sekarang masih menghadapi bahaya latent meledaknya konflik perbatasan. Sebagai catatan, dua negara yang sama-sama memiliki senjata nuklir dan berpenduduk luar biasa banyaknya ini pernah terlibat pertempuran sengit soal perbatasan pada 1962 dan belum terselesaikan dengan baik sampai kini. Situasi konflik ini masih ditambah dengan sikap India yang mendukung konfrontasi Tibet terhadap China dengan memberikan perlindungan dan dukungan bagi aktivis Tibet yang pro kemerdekaan. Begitu pula perluasan pengaruh China atas Nepal dengan condongnya Prachanda ke China tentu membuat was-was India. Kondisi api dalam sekam ini tentu tak hanya mengkhawatirkan bagi perdamaian yang sudah tercapai di Nepal tapi juga mengancam perdamaian Kawasan Asia yang saat ini juga sedang digelisahkan dengan krisis global.


Sebagai kekuatan besar yang patut diperhitungkan dunia, China dan India tentu saja mempunyai peluang besar untuk memajukan harkat dan martabat bangsa-bangsa Asia, sebagaimana pernah diusahakan dalam momentum besar bangsa-bangsa yang baru saja lepas dari kemerdekaan kolonialisme di Bandung tahun 1955. Indonesia, yang saat itu juga merupakan motor penggerak kawasan Asia, barangkali dalam melihat kondisi Nepal saat ini bisa juga memberikan dukungan solidaritas untuk perdamaian di Nepal dan membiarkan Nepal untuk terus melanjutkan masa depannya sendiri dengan jalan baru republik yang sedang ditempuhnya, termasuk membentuk pemerintahan baru lagi tanpa gangguan pihak asing.


Langkah-langkah Prachanda memang tampak mengkhawatirkan dan bisa saja tersingkir dari roda pemerintahan baru yang hendak dibentuk pasca pengunduran dirinya. Skenario asing tentu saja berusaha menyingkirkan kekuatan politik yang anti neoliberalisme dan percaya pada kekuatan nasional sendiri dalam mengubah kondisi kehidupan rakyat. Prachanda kini berada di luar kekuasaan. Pracandha sendiri sampai rabu malam, menegaskan, partainya tidak akan menghancurkan proses perdamaian di Nepal dan dia juga meyakini pemerintahan baru akan dibentuk dengan tetap dipimpin partainya.


Hanya saja pengunduran diri Perdana Menteri Prachanda atau Pushpa Kamal Dahal ini dari kekuasaan Perdana Menteri, mengingatkan pada kejatuhan Perdana Menteri Amir Syarifuddin yang beruntun pasca pengunduran dirinya dari jabatan Perdana Menteri yang kemudian digantikan Hatta, pasca Perjanjian Renville tahun 1948. Amir Syarifuddin pun berharap kabinet yang dibentuk akan tetap menyertakan dirinya atau sayap kiri dan program-program kiri di dalamnya tapi sejarah berkata lain. Dan kritik atas Amir pun berlaku: tak seharusnya Amir dengan mudah meletakkan jabatan tanpa perlawanan hingga tragedi yang memilukan itu pun terjadi: “Revolusi memakan anaknya sendiri”: hidup dan perjuangan Amir ditutup bersamaan dengan operasi penumpasan “pemberontakan” Madiun 1948, yang dilancarkan Perdana Menteri Hatta.


Tentu Prachanda dan partainya punya perhitungan sendiri apalagi partainya pun memenangkan suara mayoritas dalam pemilu April 2008 yakni 120 kursi parlemen dari 240 kursi yang diperebutkan. Kita pun berharap, bukan pertumpahan darah yang kembali terjadi di Nepal tapi proses perdamaian tetap berlanjut dan demokrasi yang sedang dibangun di Republik Nepal yang baru semakin juga menyejahterakan rakyat.

AJ SUSMANA, Wasekjend Bidang Kaderisasi dan Komunikasi Massa DPP Papernas.
Share this article :
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. RANDY SYAHRIZAL - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger