Oleh: Randy Syahrizal
Salah sendiri jika tulisan ini lebih memilih kritik moral ketimbang politik
meskipun yang dikritik adalah seorang petinggi partai politik. Karena dagangan
partai ini lebih dominan moral, maka kritiknya akan tertuju pada moralitas
pelakunya. Tentunya tulisan ini bukan diperuntukkan bagi mereka yang gemar
sekali dengan debat politik, atau orang yang mempunyai (setidaknya merindukan)
kritik politik pada partai dakwah seperti PKS. Tentu saja saya akan memulai
kritiknya.
Moralnya PKS tentu saja Islam, setidaknya begitulah mereka menyebutnya.
Partai ini memang bukanlah partai sekuler seperti partai lainnya, melainkan
partai yang menjadikan Islam sebagai landasan moral dan politiknya. Partai yang
tidak baru ini memang berhasil membesar, terutama dikota-kota besar.
Dengan sekejap saja kebesaran itu runtuh justru karena moral dan sepak
terjang pelaku politiknya. Bukan tanggung-tanggung, pelakunya justru orang
nomor satu di PKS, yakni Luthfi Hasan.
Luthfi Hasan adalah tersangka kasus suap impor sapi (politik) dan
gratifikasi seks (moral) sebagai pelengkapnya. Soal moral tentu saja bukan yang
pertama kalinya, beberapa tahun yang lalu Anggota fraksi PKS juga tertangkap
kamera wartawan saat melihat video porno ditabletnya justru saat berlangsungnya
rapat diparlemen.
Namun sebagai konsumen Bakso yang baik, saya hanya membatasi kritikan ini
hanya pada persoalan suap impor sapi. Saat terkuaknya kasus ini, hati saya
panas (moral), betapa Bakso yang saya konsumsi itu, saya ragukan keasliannya.
Faktanya beberapa bulan yang lalu, saat daging sapi melambung tinggi dipasaran,
media memberitakan kasus daging bakso oplosan yang dicampur dengan daging babi
hutan (celeng) membuat saya jijik mengkonsumsi bakso, meskipun saya sangat
menggemarinya. Saya seorang Islam (moral), yang tentu saja mengharamkan Babi.
Untuk beberapa saat saya sempat menyalahkan pedagang bakso yang mencari untung
besar dengan mencampurkan yang halal dan yang haram (moral).
Saat malam hari saya sering melihat tayangan investigasi di Tv yang
menceriterakan awal mula pedagang mencampurkan daging celeng kedalam bakso.
Alasannya ekonomis. Untuk tetap bertahan berdagang bakso ditengah langkanya dan
melambungnya harga daging dipasaran, dan untuk tetap mempertahankan harga
(tidak menaikkan harga sepiring bakso) maka cara itupun ditempuh. Saya persis
sangat yakin keppolosan pedagang bakso yang berani mengakui kesalahannya itu.
Terlebih lagi saya yakin bahwa ilmu agamanya mungkin sangat minim, hingga dia
tak merasa begitu bersalah dengan mencampurkan yang haram dan yang halal.
Tibalah saat yang mencengangkan itu, tepat seminggu yang lalu (awal
februari 2013), media memberitakan penangkapan Luthfi Hasan sebagai tersangka
kasus suap impor sapi, bersamaan dengan itu tertangkap juga tangan kanan sang
presiden dengan PSK muda yang juga seorang mahasiswi di Jakarta. Media
memberitakannya sebagai gratifikasi seks.
Ingatan saya kembali kepada Bakso oplosan. Indonesia bukanlah negara yang
tak memiliki sapi (langka). Sebagai negara pertanian, peternakan adalah salah
satu mata pencaharian utama. Tentu saja pilihan mengimpor bukanlah pilihan yang
bijak. Impor sapi tentu saja dapat membunuh usaha peternak sapi, sama halnya
dengan impor beras yang banyak menyengsarakan petani padi.
Kasus impor beras telah menempatkan harga daging sapi kita menjadi salah
satu peringkat termahal didunia, yakni mencapai 9,3 USD, atau kurang lebih
Rp100.000/kg, disusul India 7,3USD/kg, sedangkan Jepang, negeri yang tandus itu
malah berada diposisi harga daging sapi terendah, yakni hanya 3,2USD/kg. Dengan
kenyataan seperti itu tentu saja sebagian pedagang bakso yang tipis imannya
(moral) mengambil jalan pintas dengan mengoplos.
Saya kaget bukan kepalang, ternyata pelakunya adalah petinggi nomor satu
PKS yang berbasis moralitas Islam itu. Dia bertanggung jawab terhadap
membumbung tingginya harga daging sapi dipasaran, dan juga akhirnya sebagai
muara, dia juga harus memikul dosa-dosa pedagang bakso yang buta pengetahuan
Islami itu. Dosa orang-orang yang mengutuk pedagang bakso curang itupun harus
juga ikut dipikul olehnya, karena dirinya adalah otak dari krisis harga daging
sapi.(Moral)
Pelakunya tentu sangat tahu dampak impor sapi bagi masyarakat. Tentunya
sudah mengukur dampak negatifnya. Tentunya sudah faham betul ayat-ayat yang
mengharamkan daging Babi berikut penjelasan rincinya. Pelaku tentunya tahu yang
bakal dihina tentu saja bukan hanya dirinya, melainkan partainya juga, dan bisa
jadi merembet pada moralitas Islam yang dipersalahkan (meskipun moralitas Islam
tak pernah mengajarkan demikian)
Sebagai konsumen setia Bakso, saya sangat mengutuk orang ini, dan berharap
sembari berdoa agar dia dan golongan yang membelanya mati-matian dimasukkan
kedalam neraka Jahanam (Moral). Sekian.